Sahabatan Lebih Baik
Pagi itu Widi menunggu antaran ke
sekolah. Seperti biasa sahabat Widi dari SD yang bernama Gilang selalu
hadir untuk berangkat sekolah bersama-sama dengan Widi.
“Ih, lama banget sih si Gilang. Udah mau telat nih.” Batin Widi cemas sambil melihati jam tangan pink nya yang ia beli kemarin.
“Ih, lama banget sih si Gilang. Udah mau telat nih.” Batin Widi cemas sambil melihati jam tangan pink nya yang ia beli kemarin.
Tak
berapa lama terdengar nya suara klakson sepeda motor. Tak lain dan tak bukan
itu adalah Gilang, seperti biasa dia menjemput Widi dengan sepeda motor matic
nya yang berwarna hitam.
“Lama
banget sih Lang, udah jam 07.20 nih. Bisa-bisa kita kena strap lagi kayak minggu
lalu. Aku belum siap PR Matematika lagi.” Omel Widi sambil naik ke sepeda motor
Gilang.
“Sorry
Wid, tadi aku kesiangan. Udah tenang aja aku udah siap kalau PR itu. Itu mah gampang.”
Sambung Gilang yang mulai menggas sepeda motornya.
“Ya
deh yang professor matematika itu.” Ejek Widi.
Setelah
ngebut-ngebut, tak terasa mereka sampai juga di sekolah. Untungnya mereka
sampai bertepatan dengan bunyinya lonceng masuk.
“Untung
aja ya kita nggak terlambat.” Ucap Widi sambil berlari menuju kelas bersama
Gilang.
“Haha,
iya. Kalau nggak kita udah hormat bendera tuh sampai les pelajaran ke tiga.”
Sambung Gilang dengan canda.
Mereka
pun mulai masuk ke kelas dan duduk di bangku mereka. Les pelajaran pertama pun
dimulai yaitu pelajaran Olahraga. Murid-murid kelas 9-3 mulai berhamburan untuk
mengganti pakaian olahraga setelah mendapat intruksi dari guru mereka.
Saat
Gilang mau pergi ganti pakaian bersama temannya, Widi yang masih duduk menarik
tangan kiri Gilang, “Gilang?”
Gilang
yang melihat tangannya dipegang oleh Widi tiba-tiba jadi salah tingkah, “Aduh,
apaan sih Wid?”
“Lihat
MM dong?”
“Eeee,
aku kira apaan. Ambil noh di tasku. Emang kamu nggak olahraga?”
“Perutku
lagi sakit Lang, tadi pagi belum sarapan soalnya kan keburu-buru. Aku udah
bilang tadi kok sama Pak Guntur.” Jelas Widi.
“Oh,
ya udah aku ganti baju dulu ya.”
“Ya.”
Les
pelajaran pertama pun selesai, anak-anak 9-3 mulai berhamburan mengganti
pakaiannya. Gilang yang sudah berganti pakaian memasuki kelas dengan membawa
roti bakar dan air mineral, lalu dia menuju bangkunya dan memberikannya pada
Widi.
“Apa-apaan
nih?” Tanya Widi heran.
“Tapi
kamu belum sarapan, ini aku bawakan makanan. Udah makan dulu entar kamu pingsan
pula.”
“Hehe,
kamu baik banget sama aku. Thanks ya Lang.” Widi lalu tersenyum.
Widi
pun lalu memakan roti bakar yang dibawa Gilang. Sesekali Gilang menatap ke arah
Widi dan tersenyum sendiri ketika melihat Widi, Widi yang tak sengaja melihat
Gilang pun merasa heran.
“Kenapa
Lang? Sawan ya? Haha.” Tanya Widi heran.
“Nggak
apa-apa kok.” Kemudian Gilang berbalik dan ngobrol dengan Ibnu.
Lonceng
pergantian pelajaran pun berbunyi dan mereka melanjutkan pelajaran mereka yaitu
Matematika dan pelajaran seterusnya. Sampai akhirnya lonceng pulang pun
berbunyi.
Widi
keluar kelas bersama teman-teman ceweknya. Sesampainya di tempat parkir, Widi
pun berpisah dengan teman-temannya dan pulang bersama Gilang.
“Wid,
ke rumahku yuk.” Ajak Gilang.
“Ngapain
Lang?” Tanya Widi.
“Nggak
ada, main-main aja lah. Oh ya, aku juga baru beli ipad loh. Haha, sekalian
Mamaku juga masak enak hari ini. Ayo lah Wid?”
“So
pasti lah aku ikut. Jadi kemek-kemek yang ipad baru? Haha.” Canda Widi.
“Haha,
bisa aja.”
Akhirnya
mereka pun sampai di rumah Gilang. Lalu mereka pun masuk. Mama Gilang lalu
menyambut kedatangan Widi dan Gilang. Ya, Mama Gilang sudah kenal baik dengan
Widi. Widi memang sering berkunjung ke rumah Gilang dan main dengan Gilang.
Maklum, mereka sahabat dari SD.
Setelah
itu Gilang main playstation di kamarnya sedangkan Widi sibuk mengotak-atik ipad
baru Gilang.
“Wid,
entar dulu ya aku mau turun ke bawah, mau lihat masakannya udah jadi atau
belum.”
“Oke
deh, sip.”
Sementara
Gilang ke dapur, Widi mulai bosan dengan ipad Gilang. Dia lalu mengobrak-abrik
rak buku Gilang mencari komik atau novel untuk dibacanya. Ups, tidak sengaja
Widi nemui sebuah surat didalam komik Himimaru kesukaannya. Karena penasaran,
Widi lalu membacanya.
To : Widi
From : Gilang
Wid, kamu tau nggak? Kalau aku di dekat mu rasanya nyaman
banget. Entah kenapa hatiku bawaannya senang terus. Apa lagi tiap hari kita
pergi dan pulang sekolah bareng. Dan akhir-akhir ini entah mengapa aku
merasakan sesuatu. Sesuatu yang aku sendiri pun nggak tau. Aku tau ini salah,
kita berdua bersahabat dan nggak mungkin aku menyatakan semua ini sama kamu.
Tapi aku harus bilang, kalau aku sayang sama kamu Wid. Aku pengen kita lebih
dari sahabat, tau kan maksud aku?
Widi
terkejut saat membaca surat kecil itu dan merasa tak percaya. Tiba-tiba Gilang
masuk dan langsung menarik surat yang dipegang Widi.
“Ih
kamu Wid, ini kan privasi ngapain dibaca-baca.” Wajah Gilang tampak memerah dan
keringatnya mulai bercucuran.
Widi
hanya tersenyum, “Ini beneran Lang?”
“Kalau
iya kenapa? Dan kalau nggak kenapa?” Gilang mulai membeli-belitkan
pertanyaannya.
“Ya,
kalau emang iya aku bakal jawab iya. Kalau nggak sih juga nggak apa-apa.” Jawab
Widi singkat.
“Ya
udah, ini beneran. Kamu mau kan?” Gilang mencoba untuk memastikan.
“Iya
Lang, coba aja kita jalani dulu.” Widi kembali tersenyum.
“Makasih
ya Wid.”
“Oke
Lang.”
Mereka
lalu turun ke bawah untuk menyantap makan siang mereka yang sudah dibuat
Mamanya Gilang. Dan kini hubungan mereka telah berubah dari bersahabat menjadi
berpacaran. Apakah ini akan bertahan lama?
Sebulan
pun berlalu, Gilang dan Widi jadi jarang berkomunikasi semenjak mereka pacaran,
itu pun hanya berkomunikasi di kelas saja, bahkan mereka akhir-akhir ini jarang
pergi dan pulang sekolah bersama. Gilang lebih sering menghabiskan waktunya
bersama teman-teman basketnya sedangkan Widi sibuk dengan kegiatan OSIS nya.
Dan
pada akhirnya Widi merasakan suatu keganjalan dalam hubungan mereka. Ini tidak
seperti dulu, mereka yang dulu selalu ada waktu untuk bersama sedangkan
sekarang hampir tidak pernah mereka meluangkan waktu untuk bersama. Entah
mengapa Widi mulai menyadari kalau bersahabat itu lebih menyenangkan dari
berpacaran. Besoknya Widi pun mulai berbicara pada Gilang.
“Lang,
aku boleh ngomong nggak sama kamu?” Tanya Widi pada Gilang agak serius.
“Boleh,
mau ngomong apa?”
“Selama
ini kamu ngerasain perubahan nggak semenjak kita pacaran? Dijawab ya?”
" Gak ada yang berubah kok Wid." Jawab Gilang agak ragu.
"Aku nanya serius loh Lang?" Widi kembali memastikan.
“Hem,
sebenarnya iya sih Wid, banyak banget perubahan kita. Kita jadi nggak kayak dulu. Hem…”
“Enakan
juga kayak dulu ya Lang? Kita bisa main sama-sama, main PS, jalan-jalan, tapi
kok sekarang beda banget ya? Aku pikir pacaran bisa bikin kita makin dekat,
tapi malah sebaliknya.”
“Iya
Wid, sedih juga sih.”
“Aku
sih pengennya kita kayak dulu Lang, bisa sahabatan. Menurut kamu gimana?”
Ungkap Widi.
“Ya,
sebenarnya aku juga sih Wid. Dari minggu kedua kita pacaran aku juga udah
ngerasain gitu, tapi ya aku kan nggak mau buat kamu kecewa.”
“Sama
lah Lang. Jadi gimana keputusan kita Lang? Masih pacaran atau kita sahabatan
kayak dulu?”
“Sahabatan
lebih baik kali ya Wid. Hehe.”
“Hehe.
Oke sob, jawaban itu lah yang aku mau.” Widi pun tersenyum.
Mereka
lalu saling tos dan mereka mulai kembali bersahabat seperti dulu. Mereka jadi
akrab kembali dan sering bermain bersama lagi. Ini lah akhir dari cerita Widi
dan Gilang. Bersahabat itu lebih baik kan? (Tamat)
0 Komentar